Proyek PIK 2 di Duga Lakukan Pelanggaran HAM
Jakarta, Kudus Time : Hebohnya Kasus Oligarki yang mencaplok pesisir dan laut di beberapa daerah,
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah melakukan investigasi lapangan .
Investigasi yang dilakukan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LMP) itu dengan turun langsung ke lapangan,, berdialog dengan para korban terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2.
Dari hasil investigasi di lapangan, MPM PP Muhammadiyah menemukan dugaan kuat adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi secara terstruktur dan massif.
Dugaan pelanggaran ini melibatkan sejumlah aktor, termasuk pengusaha, aparat pemerintah desa, dan kelurahan yang secara sistematis menekan masyarakat agar menyerahkan lahan mereka dengan harga yang tidak adil.
Seperti yang di tuturkan Himawan ketua Divisi Advokasi LPM PP Muhammadiyah.
"Berdasarkan keterangan korban yang kami temui, nelayan setempat mengalami kesulitan untuk melaut akibat pembatasan akses, sementara para petani kehilangan sumber daya untuk bertani karena aliran sungai yang biasa digunakan untuk irigasi sawah sengaja ditutup. Akibatnya, banyak petani terpaksa menjual lahan mereka dengan harga yang sangat murah, jauh di bawah nilai wajar" begitu tutur Himawan.
Himawan juga menegaskan,“Jika aliran sungai terhenti, lahan tentu tak bisa lagi digarap, akhirnya dijual dengan cara terpaksa. Hal ini juga terkonfirmasi dengan para petani korban Proyek PIK 2 ini,” tegas Himawan.
Dalam kegiatan Investigasi tersebut, pihak LPM Muhammadiyah juga menemukan bahwa masyarakat dipaksa menjual lahan dengan harga Rp 50.000 per meter persegi, yang sangat merugikan mereka. Lebih parah lagi, perangkat desa dan lurah disebut terlibat aktif dalam menekan warga agar menandatangani kesepakatan penjualan tanah tersebut.
Pada kesempatan tersebut Himawan juga mengungkapkan korban keserakahan oligarki.
“Keserakahan pengusaha selalu menimbulkan banyak korban. Selain menghentikan perekonomian nelayan dan petani, konflik sosial juga timbul di antara warga akibat praktik adu domba,” ungkap Himawan.
LPM PP Muhammadiyah menegaskan bahwa proyek pembangunan tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang melanggar hak asasi manusia dan merugikan masyarakat kecil. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera turun tangan guna:
- Menghentikan segala bentuk pemaksaan terhadap masyarakat dalam penjualan lahan.
- Membuka kembali akses irigasi dan perairan bagi petani dan nelayan.
- Melakukan investigasi independen terhadap dugaan keterlibatan perangkat desa dan lurah dalam praktik pemaksaan penjualan tanah.
- Menjamin hak-hak masyarakat terdampak sesuai dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial.
Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah akan terus mengawal kasus ini dan memastikan bahwa hak-hak masyarakat kecil tidak terabaikan dalam setiap proyek pembangunan.
( AF )