JOKOWI BISA DIHUKUM MATI
Oleh : Abdullah Hehamahua
Korupsi intelektual Jokowi yang tidak kalah hebat, selain berbohong, beliau rajin ingkar janji. Itulah sebabnya, Fadli Zon, menyebutkan 100 janji Joko Widodo semasa kampanye Pilpres, tidak dilaksanakan. Wakil Ketua Umum Gerindra ini menilai, Jokowi gagal dalam menunaikan janjinya.
"Saya sendiri mencatat janjinya, bukan 66, tapi ada 100 janjinya. Saya catat semuanya di buku," kata Fadli dengan penuh semangat di Solo, 22 Mei 2018.
Fadli Zon mengatakan, di bidang pertanian misalnya, Jokowi ingin membangun kedaulatan pangan. Faktanya, kondisi pertanian Indonesia terpuruk. Fadli lalu menyebutkan Vietnam sebagai salah satu contoh. Sebab, Vietnam dulu belajar pertanian dari Indonesia sekaligus impor beras dari kita. Kini, Vietnam menjadi salah satu eksportir beras terbesar di dunia.
Tragisnya, Fadli menyebutkan, Indonesia kini mengimpor beras dari Vietnam. Salah satu sebabnya, Jokowi impor beras ketika petani panen.
Jokowi Seorang Munafik. ?
Fadli Zon mencatat, Jokowi di sektor enerji, berjanji, menjadikan Pertamina lebih hebat daripada Petronas, Malaysia. Faktanya, janji Jokowi tersebut hanya mimpi. Sebab, Pertamina memiliki utang triliunan rupiah.
Jokowi pun ingkar janji mengenai program kesehatan. Sebab, Jokowi berjanji akan membangun 50 ribu Puskesmas dalam lima tahun. Maknanya, Jokowi harus membangun 27 Puskesmas, setiap hari. Faktanya, hanya isapan jempol.
Fadli Zon juga menyebutkan, Jokowi sebagai seorang munafik. Sebab, menurutnya, ada tiga ciri orang munafik, yakni: “Kalau bicara bohong, jika berjanji ingkar, dan sewaktu diberi amanah, berkhianat.”
YLBHI: Jokowi, Seorang Pengkhianat
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari 35 Organisasi dan 5 individu, 8 Februari 2024, mensomasi Presiden Jokowi.
Koalisi Masyarakat Sipil, berdasarkan ciri-ciri orang munafik yang disebutkan Fadli Zon di atas, mengkategorikan Jokowi sebagai seorang pengkhianat. Beberapa kasus disebutkan sebagai bukti pengkhianatan Jokowi, antara lain:
1. Politik Cawe-Cawe
Keculasan Jokowi dalam prosesi menjelang Pemilu 2024, dimulai pada saat menyatakan, akan melakukan politik cawe-cawe demi kepentingan bangsa dan negara. Puncaknya, penggunaan kekuasaan negara untuk kepentingan politik Jokowi, termanifestasi dengan diterbitkannya Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tentang uji materi syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Putusan ini akhirnya menjadi dasar meloloskan putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam Pilpres 2024.
Jokowi, bahkan, terus bergerak guna mengakselerasi kemenangan bagi putranya. Salah satunya, Jokowi, 21 November 2023, menerbitkan PP No. 53/2023 yang intinya, pejabat tidak perlu mundur dari jabatannya jika maju dalam kontestasi Pilpres. Dampak negatifnya, sejumlah pejabat publik, baik menteri maupun kepala daerah yang berkepentingan dalam Pilpres 2024, tidak mundur dari jabatannya. Dampak negative lanjutannya, kerawanan terjadi dalam penyalahgunaan wewenang seperti penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye politik elektoral serta aksesibilitas terhadap sejumlah perangkat negara dengan menitik-tekankan ke relasi kuasa yang timpang.
Tragisnya, Jokowi bahkan menyebutkan, seorang presiden hingga para menteri ‘boleh kampanye, boleh memihak’ selama Pemilu berlangsung.
2. Politisasi Bansos
Menteri-menteri, seperti Airlangga Hartarto dan Zulkifli Hasan, Ketua Umum partai pengusung Paslon No. 02, Prabowo-Gibran, tanpa malu, mengkapitalisasi pembagian Bansos untuk kepentingan elektoral.
Tragisnya, nilai anggaran Bansos pada tahun politik tersebut, melonjak tinggi, yakni sebesar Rp 496, 8 triliun. Jumlah tersebut justru lebih tinggi ketimbang masa pandemi Covid-19.
3. Intimidasi Lawan Politik
Serangkaian intimidasi terhadap para pihak yang mengkritik Jokowi berkaitan dengan berlangsungnya Pemilu.
Pasca pelbagai deklarasi dan seruan dari berbagai kampus, terdapat dugaan mobilisasi aparat kepolisian untuk mendatangi para dosen dan rektor kampus dengan modus wawancara. Anehnya, wawancara untuk mendapatkan tanggapan positif terkait rekam jejak Jokowi selama berkuasa.
YLBHI menyebutkan, bentuk lain dari intimidasi yakni, WA yang diterima Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo dari seseorang berseragam yang mengaku alumni UI.
4. Ratusan Kecurangan Pilpres 2024
Koalisi Masyarakat Sipil, mencatat, setidaknya ada 121 kasus kecurangan dan pelanggaran Pilpres dan Pemilu 2024. Pelanggaran tersebut terjadi sejak Penetapan Capres-Cawapres (13 November 2023) sampai 31 Januari 2024.
Kecurangan tersebut meliputi: (a) Dukungan ASN terhadap Capres-Cawapres tertentu; (b) Kampanye terselubung; (c) Dukungan terhadap kandidat tertentu; (d) Politisasi Bansos; (e) Dukungan pejabat publik terhadap kontestan tertentu; (f) Penggunaan fasilitas negara; dan (g) Intimidasi terselubung.
Somasi terhadap Presiden Jokowi
Koalisi Masyarakat Sipil, berdasarkan pelanggaran-pelanggaran di atas, MENSOMASI Presiden Joko Widodo, agar:
Pertama, Meminta maaf kepada seluruh rakyat atas keculasan dan tindakan nir-etika yang dilakukan; Kedua, Mencabut pernyataan cawe-cawe, Presiden boleh berkampanye dan memihak, serta berjanji untuk bertindak netral dalam gelaran Pemilihan Umum; Ketiga, Menertibkan para pembantunya khususnya menteri-menteri untuk patuh pada aturan dan etika bernegara; Keempat, Menghentikan Pembagian Bansos dengan motif politik menjelang hari pencoblosan 14 Februari 2024 dan menjelang putaran kedua Pemilihan Presiden – Wakil Presiden; Kelima, Menginstruksikan Kapolri, TNI dan ASN untuk betul-betul netral dan memberi pesan tegas untuk menjatuhkan sanksi apabila terdapat penyelewengan berkaitan dengan netralitas dan profesionalitas.
Konsekwensinya, jika Presiden tidak mengindahkannya, Koalisi Masyarakat Sipil akan mengambil langkah hukum, baik lewat mekanisme administratif, perdata maupun pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Simpulannya, baik korupsi karena ingkar janji, maupun khianat yang merugikan keuangan/perekonomian negara, maka sesuai dengan pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, Jokowi dapat dijatuhi hukuman mati. Semoga !!! (Shah Alam, 23 April 2025).